Minggu, 21 Desember 2014

News : Langgar Kode Etik, 10 Hakim di Jakarta Dihukum



Hentakan[dot]com Jakarta - Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman kepada 10 hakim di Jakarta karena melanggar kode etik. Mereka dihukum dengan berbagai variasi sanksi atas berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan.

Dari data yang dilansir website Bawas MA yang dikutip , Senin (8/12/2014), hukuman itu dijatuhkan kepada 39 hakim untuk periode pemeriksaan Juni-September 2014. Dari jumlah itu, 10 hakim di antaranya dari Jakarta. 

Seperti hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) berinisial RH yang dijatuhi teguran lisan. RH dinilai melanggar poin 8 kode etik hakim tentang Disiplin Tinggi, yaitu:

Disiplin bermakna ketaatan pada norma-norma atau kaidah-kaidah yang diyakini sebagai panggilan luhur untuk mengemban amanah serta kepercayaan masyarakat pencari keadilan.

Dari PN Jakarta Barat, 5 hakim dijatuhi sanksi karena sama-sama melanggar poin 8 kode etik di atas. Mereka yaitu berinisial AS, FR, FB, H dan SH.

Beda lagi dengan seorang hakim PN Jakarta Utara berinisial Sct yang dijatuhi hukuman setingkat lebih tinggi yaitu peringatan tidak puas secara tertulis. Sebab Sct dinilai melakukan perbuatan tercela dan melanggar poin 2.1 kode etik hakim, yaitu:

Hakim harus berperilaku jujur (fair) dan menghindari perbuatan yang tercela atau yang dapat menimbulkan kesan tercela.

Tiga sisa hakim di Jakarta yang dijatuhi hukuman berasal dari Pengadilan Agama Jakarta Selatan (PA Jaksel) yaitu Sfd, AM, AY. Ketiganya diberikan sanksi teguran lisan karena bersikap tidak profesional. Hal ini melanggar poin 10 kode etik hakim, yaitu:

Profesional bermakna suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, keterampilan dan wawasan luas. Sikap profesional akan mendorong terbentuknya pribadi yang senantiasa menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja, sehingga tercapai setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien.

Dari total sanski yang dijatuhkan di atas, dibandingkan daerah lain, hakim di Jakarta paling banyak yang melanggar kode etik dan diberikan sanksi. Hal ini senada dengan catatan Komisi Yudisial (KY) yang menyatakan bahwa hakim-hakim yang bertugas di Jakarta paling banyak dilaporkan.

Sumber : www.hentakan.com

Jurnal - Jurnal Etika Bisnis dan Analisisnya






Jurnal 1
Nama  :  Alda Kartika
Judul   :  Etika Bisnis Pada Industri Kelapa Sawit Melalui Implementasi Good Corporate
               Governance Dan Corporate Social Responsibility
Isi        :  Industri kelapa sawit selalu dihadapkan kepada isu-isu lingkungan yang menganggap
bahwa industri ini tidak menjalankan prinsip-prinsip etika bisnis dan bertanggung jawab atas penggundulan hutan,emisi karbon, dan hilangnya keragaman hayati sehingga industri kelapa sawit tidak berkelanjutan serta usul untuk menghentikan atau membatasi semua konversi lahan hutan di masa depan. Mengacu kepada Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup dan No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas khususnya Pasal 74 kewajiban perusahaan untuk melakukan CSR dalam UU, jelas sudah bahwa industri kelapa sawit sudah menjalankan prinsip-prinsip etika bisnis. Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai perwujudan dari prinsip-prinsip etika bisnis yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan pada industri kelapa sawit yang berkelanjutan diatur di dalam RSPO dan ISPO.

Jurnal 2
Nama  :  Mahendra Adi Nugroho
Judul   :  Konsep Teori Dan Tinjauan Kasus Etika Bisnis PT Dirgantara Indonesia (1960 2007)
Isi        :  Pada PT Dirgantara Indonesia ditemukan bahwa telah terjadi pelanggaran etika bisnis
dari kebijakan yang dilakukan oleh manajemen PT DI dalam rentang waktu 1995 – 2007. Pelanggaran tersebut diukur dan dibandingkan berdasarkan konsep ideal penerapan etika bisnis secara teoretis. Pertama yang diterima perusahaan adalah diungkapnya penyelewengan anggaran negara oleh BPK pada 20 April 1995. Kedua terjadi ketika perusahaan memecat dengan tidak hormat Salah satu karyawan pada 15 April 1996, setahun setelah pengungkapan penyimpangan oleh BPK. Kasus yang melibatkan pelanggaran konsep etika paling banyak adalah kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan secara besar besaran. Satu kasus unik yang terjadi pada kasus PT DI secara keseluruhan adalah kasus pembatalan putusan pailit melalui kasasi MA pada 24 Oktober 2007. Secara keseluruhan, meskipun terdapat berbagai macam pelanggaran, jika dicermati lebih teliti pada kasus PT DI terdapat suatu moral motive yang baik. Moral motive tersebut merupakan modal dasar dalam menyelesaikan permasalahan dilema etis.

Jurnal 3
Nama  :  Unti Ludigdo
Judul   :  Strukturasi Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik Sebuah Studi Interpretif
Isi        :  Terdapat interaksi antara Madia dengan organisasi KAP di satu sisi dan antara Madia
dan organisasi KAP dengan lingkungan sosialnya yang lebih luas sekaligus menunjukkan keharusan untuk memperhatikan konteks sistem sosial ganda dalam pemahaman strukturasi atas praktik etika. Madia mempunyai daya ubah yang kuat dalam organisasi, dan secara informal melakukan diseminasi nilai kepada staf-stafnya. Ini juga terkait dengan keadaan struktural organisasi yang pengelolaannya lebih bersifat informal. Walaupun demikian sesederhana apapun bentuknya, yang dipraktikkan Madia dan KAPnya kemudian juga dapat mempengaruhi praktik bisnis para kliennya. Pemikiran dan tindakan etis Madia (dan kemudian terefleksi dalam tindakan organisasi KAP) selain muncul dari dimensi internalnya juga dipengaruhi lingkungan sosial yang lebih luas. Bagaimanapun dalam realitasnya, keberadaan profesi akuntansi sebagai penyedia jasa sangat dipengaruhi oleh keberadaan profesi lainnya dalam konteks sosial yang lebih luas seperti saat ini. Demikian pula yang terdapat pada diri Madia dan KAP Drs. Madia Subakti, di mana konteks sosial tersebut dapat mempengaruhi preferensi etikanya dalam pengambilan keputusan profesional.

ANALISIS
Pada jurnal 1 dengan isu-isu pelanggaran etika bisnis yang diterima industri kelapa sawit membuat industri tersebut membuktikan dengan telah menerapkan Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR). Berbeda dengan kasus pada jurnal 2, PT Dirgantara Indonesia telah banyak melakukan pelanggan etika bisnis dalam rentan tahun 1995-2007. Tetapi pada kenyataannya sebagian individu PT Dirganta Indonesia mempunyai moral motive yang baik. Moral motive tersebut merupakan modal dasar dalam menyelesaikan permasalahan pelanggaran etis. Moral motive yang dimiliki individu dapat menjadi motor dalam organisasi untuk mengambil keputusan etis. Kumpulan individu yang mempunyai moral motive dalam organisasi dapat mewarnai keputusan organisasi menjadi lebih etis. Terdapat kesamaan dalam kasus kedua jurnal diatas yaitu sama sama mempunyai pelanggaran etika bisnis tetapi para perusahaan dapat membuktikan kelebihannya dengan menerapkan konsep-konsep yang baik dan memiliki individu yang mempunyai moral motive. Sedangkan pada jurnal ke-3 tidak terdapat pelanggan etika bisnis sebailknya diperusahaan tersebut telah diterapkan praktik etika. Perusahaa yang dipimping dengan pimpinan yang melihat lingkungan sosialnya yang lebih luas sekaligus menunjukkan keharusan untuk memperhatikan konteks sistem sosial ganda dalam pemahaman strukturasi atas praktik etika membuat AKP menjadi lebih baik. Sebenarnya dalam bisnis orang dituntut berani bertaruh, mengambil resiko. Berspekulasi, berani mengambil langkah-langkah strategis tertentu agar berhasil dalam bisnisnya. Sebab yang dipertaruhkan dalam bisnis tidak hanya bagaimana mendapatkan uang dan barang material, tetapi dipertaruhkan pula harga diri pebisnis tersebut, menjaga nama baik, keluarga, hidup karyawannya dan masyarakat memiliki hak akan kehidupan social yang baik dan atas lingkungan hidup yang sehat.