Penipuan
Klinik Metropole, dari Dokter Asing Hingga Dipaksa Operasi
Seorang pasien membuka pengalaman
buruknya dipaksa operasi kista
Kamis, 18 September 2014, 08:20 Dwifantya Aquina
VIVAnews - Dinas Kesehatan DKI Jakarta
telah mencabut izin praktik Klinik Metropole yang berlokasi di Jalan Pintu
Besar Selatan, Jakarta Barat, sejak akhir Agustus lalu. Klinik Metropole
ditutup bukan hanya karena melanggar izin praktik, namun juga mengabaikan peringatan
keras Dinkes DKI.
Alih-alih berizin sebagai klinik
pratama yang hanya melayani dokter umum dan dokter gigi umum, Klinik Metropole
justru menipu para pasiennya dengan memberi pelayanan rawat inap hingga
operasi. Bahkan, di klinik ini mempekerjakan tenaga dokter asing yang tak
berizin.
Penipuan Klinik Metropole yang
awalnya bernama Metropole Hospital ini terungkap berkat testimoni seorang
pasien yang diunggah ke sebuah forum di media sosial. Dengan menggunakan akun
Singlebreath, pasien tersebut menjabarkan pelayanan-pelayanan Klinik Metropole
yang mencurigakan hingga dugaan malpraktik yang dialaminya.
Singlebreath memulai ceritanya
dengan keluhan kesehatan wanita yang dialaminya. Iklan Klinik Metropole yang
beredar luas di internet, termasuk media sosial Facebook, membuat ia tertarik
untuk memeriksakan kesehatannya ke sana.
"Kebetulan di websitenya www.metropolehospital.com lagi
ada promo (saat ini websitenya sudah diganti jadi www.klinikmetropole.com dan www.6911921.com silahkan
jika agan iseng-iseng mau konsultasi online gratis, ada livechat-nya
), dan websitenya juga meyakinkan. Kemudian datanglah ane kesana,
alamatnya di Jalan Pintu Besar Selatan deket glodok, gan. Ane sebelumnya
bayangin, yangg namanya hospital biasanya besar, tapi pas kesana ternyata kayak
ruko gitu gan, mungkin sekitar 2 ruko yang digabung, terus
sekitar ada 3 apa 4 lantai gitu," tuturnya.
Di sana, ia pun kemudian diperiksa
oleh dokter bernama Sung, seorang perempuan yang mengaku berasal dari
Singapura. Dokter Sung tak bisa berbahasa Inggris maupun Indonesia, melainkan
bahasa China. Sehingga dokter tersebut didampingi seorang penerjemah yang
mengenakan pakaian suster.
Awalnya, Singlebreath kagum, hasil
tesnya keluar begitu cepat, kurang dari setengah jam. Namun, betapa terkejutnya
dia saat divonis terkena penyakit kista dan harus dioperasi saat itu juga.
"Syok banget ane dengernya
gan. Berdasarkan vonis itu, ane disuruh untuk terapi disitu
sebanyak 10x, tapi berhubung mau lebaran ane ga bisa,
dikorting jadi 7x. Lalu ane setuju, soalnya ane udah takut
karena ditakut-takuti kalau ga diobatin bakal jadi mandul atau
malah kanker. Disitu ane ga dikasih tau harganya
berapa, ane langsung diboyong ke kasir dan disuruh bayar
hampir 5juta untuk terapi, kebetulan waktu itu ane lagi ada uang segitu jadi
ane bayar. Dokternya bilang untuk langsung mulai terapi hari itu juga, dan ane
disuruh ke ruang terapi, si dokternya juga katanya mau dampingin saat terapi.
Disitu terapinya dibersihkan kemudian diuap dan ada sinar lasernya (katanya). Ga ada
disuruh minum obat atau apa, disitu obatnya udah dalam bentuk infus katanya.
Selesai terapi itu, ane dibawa lagi ke ruang dokter, trus
dokter bilang harus operasi hari itu juga gan!"
Meski sudah menolak habis-habisan,
ia tetap dipaksa untuk operasi dengan dalih alasan medis. Ia pun sudah
kehabisan uang, namun tetap dipaksa membayar uang muka tindakan operasi. Ia mulai
curiga, namun apa daya uang sudah keluar.
Singkat cerita, Singlebreath
memutuskan tidak melanjutkan perawatan medis di Klinik Metropole setelah
melihat beberapa testimoni buruk di internet terkait pelayanan medis di sana.
Meskipun, ia sudah terlanjur menjalani operasi di klinik yang terletak dekat
dengan Glodok itu. Apalagi saat ia meminta bertemu dengan Dokter Sung untuk
meminta stempel dengan nomor surat izin praktik, pihak klinik selalu berkilah.
"Akhirnya ane mutusin
ga bakal mau kesana lagi, dan lanjutin pengobatan di
rs yang dokternya udah jelas. Setelah sampe rumah sakit yang baru dan dicek
sama dokternya, sama sekali ga ada kista dan cairan pelvix.
Dokternya kaget gan, bekas operasi tadi itu kayak korengan gitu.
Dan langsung ditangani oleh dokter tersebut. Itu juga dokternya belum tau
koreng itu emang bawaan ane atau emang gara2
operasi. Tapi ane ngerasa sehat2 aja sih gan, ga ada
keluhan apa2 masa bisa korengan kayak gitu. Nah sekarang ane lagi lanjutin tuh
pengobatan di dokter yang beneran, gan. Doain sembuh total ya gan."
Terkait penipuan yang dilakukan
Klinik Metropole ini, Kepala Dinkes DKI Jakarta Dien Emmawati mengatakan, hal
tersebut sudah masuk ke ranah kriminal. Sehingga harus ada pihak yang
melaporkan ke pihak yang berwajib.
"Tanggung jawab saya itu
menutup dan mencabut izin Klinik Metropole. Dan itu sudah saya lakukan. Pemilik
klinik sudah setuju izinnya dicabut. Kalau masih praktik, kami akan turunkan
Satpol PP. Saya sudah bicara dengan Pak Wagub mengenai masalah ini, banyak juga
saya terima keluhan," katanya kepada VIVAnews. (one)
Komentar :
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan
melakukan pelanggaran etika bisnis terhadap prinsip kejujuran, perusahaanpun berani untuk mengambil tindakan penipuan untuk mendapatkan uang.
Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dengan memberikan diagnosa palsu dan memaksa
pasien untuk operasi. Terlepas dari
kebenaran Klinik Metropole yang ada di Jakarta Barat tersebut melakukan
malapraktik atau tidak, bahwa dari tahun ke tahun masih banyak keluhan
masyarakat akan adanya malapraktik. Ini menunjukkan pengawasan kementerian
Kesehatan (Kemenkes) masih lemah. Karena itu pengawasan Kemenkes atas dunia
praktik kedokteran, izin pendirian klinik, dan lainnya mutlak perlu
ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar